Pengamat Sarankan KSSK Cermati Risiko Moneter, Terutama di Perbankan

 

Pengamat Sarankan KSSK Cermati Risiko Moneter, Terutama di Perbankan

JawaPos.com – Pemerintah melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) telah meluncurkan paket kebijakan terpadu untuk sistem keuangan pada awal pekan. Secara detail, paket kebijakan terpadu mencakup lima aspek (lihat grafis).

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyatakan bahwa tidak ada yang baru dalam kebijakan KSSK tersebut. “Hampir semuanya adalah pengulangan dari paket yang ada dan perpanjangan dari burden sharing,” katanya Selasa (2/2).

Menurut dia, KSSK juga menjalankan fungsi Menko Perekonomian. Ke depan, ada risiko yang perlu dicermati dari sisi moneter, terutama perbankan.

Risiko tersebut, antara lain, non-performing loan (NPL) perbankan yang diproyeksi merangkak naik. Itu merupakan dampak kebijakan taper tantrum Bank Sentral AS alias The Fed dan pemulihan ekonomi yang berjalan lebih lambat dari ekspektasi.

“Jadi, kalau saya bilang, ini nggak ada bedanya dari paket kebijakan 1 sampai 16. Ini pengulangan saja, nggak ada yang baru,” papar Bhima.

Dia menambahkan bahwa saat ini masalah utama yang kita hadapi adalah konsumsi yang rendah. Pemicunya adalah kebijakan PPKM. Selain itu, terus meningkatnya kasus harian Covid-19.

Menurut Bhima, pemerintah perlu punya terobosan untuk meningkatkan demand. Saat ini paket kebijakan yang ada justru terus menyoroti suplai. Karena itu, dia menilai paket kebijakan terpadu KSSK pun tidak akan banyak membantu untuk memulihkan ekonomi.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan bahwa KSSK akan menjadi salah satu pendorong pemulihan ekonomi secara berkelanjutan. Berdasar diskusi dengan 25 asosiasi yang mewakili 20 sektor usaha dalam focus group discussion (FGD), dia menegaskan, masalah permintaan harus diperbaiki dulu.

“Menurunnya permintaan menimbulkan penurunan pendapatan dan berdampak pada arus kas/likuiditas. Sementara itu, pada saat yang bersamaan, kita juga dihadapkan pada sulitnya akses terhadap kredit karena persepsi risiko dari pihak perbankan,” urai Ani, sapaan Sri Mulyani. Masalah lain yang juga serius, menurut dia, adalah ketergantungan terhadap bahan baku dan bahan penolong impor.

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo bertekad melanjutkan stimulus moneter. Stabilitas rupiah akan dijaga sesuai fundamental dan mekanisme pasar. BI juga akan memastikan tren suku bunga acuan BI 7-Day (Reverse) Repo Rate rendah dan likuiditas tetap longgar. Kebijakan itu akan berlaku sampai inflasi membaik.

Dia juga menegaskan bahwa mekanisme pembelian surat utang berharga negara dan syariah pada pasar perdana akan berlanjut. “Untuk mendukung pengembangan sektor prioritas, kami meningkatkan transaksi valas melalui skema local currency swab (LSC),” ungkap Perry.

Di bidang makroprudensial, perbankan harus bisa menggenjot penyaluran pembiayaan dan meningkatkan inklusi keuangan masyarakat. Terutama masyarakat berpenghasilan rendah serta para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

BI juga memberikan kredit melalui aturan penghitungan likuiditas baru untuk pembiayaan sektor prioritas. Aturan yang dimaksud adalah rasio intermediasi (RIM). Dari rasio tersebut akan dihitung skema financing to funding ratio (FFR). Penghitungannya, kredit ditambah surat berharga yang dibeli atau pendanaan ditambah penerbitan surat berharga.

PAKET KEBIJAKAN TERPADU KSSK:

Stimulus Kebijakan Fiskal (insentif perpajakan dukungan belanja pemerintah, pembiayaan dunia usaha)

Stimulus Moneter, Makroprudensial, dan Sistem Pembayaran

Kebijakan Prudensial Sektor Keuangan

Kebijakan Penjaminan Simpanan

Kebijakan Penguatan Struktural

Pemetaan Sektor Usaha oleh KSSK:

Kelompok Berdaya Tahan(sektor informasi dan komunikasi, industri makanan dan minuman)

Kelompok Penggerak Pertumbuhan (industri pengolahan)

Kelompok Terdampak Parah

sumber:https://www.jawapos.com/ekonomi/03/02/2021/pengamat-sarankan-kssk-cermati-risiko-moneter-terutama-di-perbankan/

Share:

Recent Posts